12 tahun bukan waktu yang singkat untuk aku jalani. 12 tahun menjadi saksi bisu penyaksian bahwa aku dapat tumbuh besar dan mendapatkan jati diriku disitu. 12 taun aku mengenal pendidikan dari awal aku mengenal apa itu huruf A B dan C hingga aku bisa memahami apa itu algoritma matematika di kelas 12 atau di kelas 3 SMA.
Lama memang, aku mengenal lebih banyak teman, banyak guru dan pastinya banyak ilmu.
Aku ngga mau cerita hal aneh disini..
Aku cuma mau bilang aku rindu. Aku RINDU dimana aku cuma memikirkan PR untuk esok hari. Aku RINDU ketika aku cuma memikirkan jadwal pelajaran apa untuk esok hari. Aku RINDU ketika aku harus bangun pagi dan jam 6 harus berangkat memakai sepatu seragam lengkap. Aku RINDU itu semua.
Sejak aku SD dulu aku sudah diajari tentang kemandirian. Bagaimana aku bisa bangun pagi, bersiap2 ke sekolah, dan mulai belajar mencuci. Aku dulu sudah mulai belajar berbagai hal yang memang benar2 aku perlukan untuk hari esok.
Ibuku dulu seorang petani, harus berangkat pagi2 dan pulang hingga larut malam. Tak berbeda juga dengan ayahku, dekat memang tempat kerjanya tapi harus berangkat pagi dan pulang sore. Aku tak menyesali itu semua, karena meskipun aku harus bangun benar2 pagi agar aku siap ketika ibuku pergi bekerja. Aku juga tidak menyesal aku diajari bagaimana mencuci pakaian meskipun tak se bersih ibuku.
Dari itu semua aku jadi bisa tau bagaimana mandiri, bagaimana bisa mengurus apa yang aku perlukan.
Untungnya aku pun tak sebodoh mereka yang hanya terpacu dari kedua orang tua mereka. Di balik kesibukan orang tuaku, aku berhasil menduduki peringkat satu dari aku kelad 1 sampai kelas 6. Setidaknya aku tidak membuat kecewa kedua orang tuaku. Kata mereka, mereka bangga dengan prestasiku yang aku raih.
Aku RINDU masa2 itu. Aku masih pakai seragam merah putih dan sepatu sekolah kecil.
Aku dulu berkulit hitam, rambut pendek, tomboy dan bisa di bilang aku paling pendek dibanding temen2ku. Tapi aku tak mempermasalahkan itu. Biarpun aku tomboy dan aku seringkali bertingkah seperti laki2 aku tah peduli akan hal itu.
Lulus SD, aku melanjutkan di sekolah menengah pertama. Alhamdulillah dari prestasiku yang aku dapatkan dari sekolah dasar aku bisa masuk di sekolah ini.
Letaknya yang jauh dari rumah dan harus ditempuh dengan mobil membuat aku menjadi lebih mandiri lagi. Setiap hari harus bolak balik pakai mobil untuk mengantar jemputku ke sekolah.
Hal yang membuat aku lagi-lagi bersyukur adalah aku belajar mandiri. Aku bisa pulang pergi sendiri tanpa harus minta bantuan dari ayah dan ibu. Aku juga jadi belajar bagaimana mengelola uang dengan baik. Aku yang dulu cuma dijatah sehari 5000 harus bisa benar-benar belajar agar dengan 5000 itu bisa membeli pulsa, membeli jajan, membeli kekurangan buku, juga transportasi setiap hari. Apalagi aku mengikuti berbagai kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, aku juga harus bisa menyisihkan uang untuk itu. Dan bersyukurnya lagi, dalam 3 tahun aku bisa mengatasi semua tanpa harus kekurangan uang.
Lama memang, aku mengenal lebih banyak teman, banyak guru dan pastinya banyak ilmu.
Aku ngga mau cerita hal aneh disini..
Aku cuma mau bilang aku rindu. Aku RINDU dimana aku cuma memikirkan PR untuk esok hari. Aku RINDU ketika aku cuma memikirkan jadwal pelajaran apa untuk esok hari. Aku RINDU ketika aku harus bangun pagi dan jam 6 harus berangkat memakai sepatu seragam lengkap. Aku RINDU itu semua.
Sejak aku SD dulu aku sudah diajari tentang kemandirian. Bagaimana aku bisa bangun pagi, bersiap2 ke sekolah, dan mulai belajar mencuci. Aku dulu sudah mulai belajar berbagai hal yang memang benar2 aku perlukan untuk hari esok.
Ibuku dulu seorang petani, harus berangkat pagi2 dan pulang hingga larut malam. Tak berbeda juga dengan ayahku, dekat memang tempat kerjanya tapi harus berangkat pagi dan pulang sore. Aku tak menyesali itu semua, karena meskipun aku harus bangun benar2 pagi agar aku siap ketika ibuku pergi bekerja. Aku juga tidak menyesal aku diajari bagaimana mencuci pakaian meskipun tak se bersih ibuku.
Dari itu semua aku jadi bisa tau bagaimana mandiri, bagaimana bisa mengurus apa yang aku perlukan.
Untungnya aku pun tak sebodoh mereka yang hanya terpacu dari kedua orang tua mereka. Di balik kesibukan orang tuaku, aku berhasil menduduki peringkat satu dari aku kelad 1 sampai kelas 6. Setidaknya aku tidak membuat kecewa kedua orang tuaku. Kata mereka, mereka bangga dengan prestasiku yang aku raih.
Aku RINDU masa2 itu. Aku masih pakai seragam merah putih dan sepatu sekolah kecil.
Aku dulu berkulit hitam, rambut pendek, tomboy dan bisa di bilang aku paling pendek dibanding temen2ku. Tapi aku tak mempermasalahkan itu. Biarpun aku tomboy dan aku seringkali bertingkah seperti laki2 aku tah peduli akan hal itu.
Lulus SD, aku melanjutkan di sekolah menengah pertama. Alhamdulillah dari prestasiku yang aku dapatkan dari sekolah dasar aku bisa masuk di sekolah ini.
Letaknya yang jauh dari rumah dan harus ditempuh dengan mobil membuat aku menjadi lebih mandiri lagi. Setiap hari harus bolak balik pakai mobil untuk mengantar jemputku ke sekolah.
Hal yang membuat aku lagi-lagi bersyukur adalah aku belajar mandiri. Aku bisa pulang pergi sendiri tanpa harus minta bantuan dari ayah dan ibu. Aku juga jadi belajar bagaimana mengelola uang dengan baik. Aku yang dulu cuma dijatah sehari 5000 harus bisa benar-benar belajar agar dengan 5000 itu bisa membeli pulsa, membeli jajan, membeli kekurangan buku, juga transportasi setiap hari. Apalagi aku mengikuti berbagai kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, aku juga harus bisa menyisihkan uang untuk itu. Dan bersyukurnya lagi, dalam 3 tahun aku bisa mengatasi semua tanpa harus kekurangan uang.